Rabu, 27 Agustus 2008

Tugas Akhir SIT

Implementasi Enterprise Med Solution pada Rumah Sakit Pertamina Jaya

Profil Organisasi
Rumah Sakit Pertamina Jaya (RSPJ) adalah salah satu unit usaha dari PT. Pertamina Bina Medika (PERTAMEDIKA) yang bergerak dibidang jasa layanan kesehatan dan merupakan rumah sakit tipe C plus dengan 70 tempat tidur.
Visi RSPJ
Menjadi " Institusi Pemeliharaan Kesehatan " yang memberikan Layanan Prima dan menjadi lebih baik dari institusi pelayanan kesehatan setara dengan berlandaskan Moral Agamis.
Misi RSPJ
1.Menjalankan kegiatan operasional secara efektif dan efisien sehingga menghasilkan nilai tambah bagi stakeholders (pelanggan, pekerja, mitra kerja, pemilik dan masyarakat)
2.Melaksanakan pelayanan kesehatan berdasarkan paradigma sehat sesuai kebutuhan pelanggan dengan standar pelayanan prima dan terpadu
3.Membangun SDM yang berkualitas melalui mekanisme pembelajaran berkesinambungan.
Filosofi dalam menjalankan misi ialah layanan PRIMA (Profesional, Ramah, Ikhlas, Mutu, Antusias)
RSPJ memiliki fasilitas berupa ;
1. Unit Gawat Darurat (UGD),
2. Poliklinik Rawat Jalan (Umum & Spesialis)
3. Rawat Inap (VIP, kelas I, II, III, Kamar Anak, Kamar Isolasi)
4. Medical Check Up (Paket Standar, Paket Tepat Guna, Paket Eksekutif, Paket Calon Pekerja, Paket Pekerja, Paket Khusus dan Paket Pelaut)
5. ICU/ICCU
6. Kamar Bedah dan Persalinan
7. Rehabilitasi Medik
8. Hemodialisa
9. Laboratorium 24 jam
10. Radiologi
11. Kamar Tindakan Medis
12. Ambulan dan Tim P3K
13. Tim Kesehatan bencana alam
14. Apotik
15. Klub Senam : Senam Hamil, Diabet, Asma, Jantung & Aerobic.
16. Kantin
17. Toko Serba Ada (Koperasi)
19. Masjid
Rumah Sakit Pertamina Jaya beralamat Jl. Jend. Ahmad Yani No. 2 By Pass, Cempaka Putih, Jakarta Pusat Telpon : (021) 4211911, Fax. (021) 4211913
Inisiasi Perombakan Sistem Informasi
Sudah bertahun-tahun Rumah Sakit Pertamina Jaya (RSPJ) dihadapkan masalah akan sistem teknologi informasinya yang sebagian besar tergantung pada aplikasi berlisensi (proprietary software). Proyek-proyek inovatif sering dibatalkan mengingat biaya tinggi dan disaster recovery time yang lamanya tidak dapat ditoleransi. Untuk itu, RSPJ mencoba beralih ke opensource. Memang sulit pada awalnya, namun para pegawai mengatakan segala sesuatu menjadi lebih mudah seiring open source software (OSS) makin mendominasi di sana.
Dr. Prabowo Soemarto yang ketika itu menjabat Dirut RSPJ, yakin OSS yang berbiaya murah bisa dimanfaatkan untuk organisasi skala menengah besar sekelas RSPJ. Beruntung penerusnya, dr. Dewi Lestari, Dirut RSPJ saat ini, satu visi dalam melihat arah pengembangan dan pemanfaatan TI di RS ini. Dengan kepercayan diri pimpinan puncaknya ini, Tim TI RSPJ mulai membedah dan mengganti aplikasi berlisensi dan hardware yang gagal, dan mengimplementasikan teknologi open source.
Kondisi Sistem Informasi RSPJ
Seperti diakui Eko Budi Sulistiyanto, Kepala Divisi TI RSPJ, ketika belum mengimplementasikan sistem baru, hanya aktivitas billing (pembayaran oleh pasien) dan inventory (pengadaan barang dan stok) saja yang sudah direkam secara elektronis. Sementara transaksi lain, sudah ditulis (direkam) tapi masih manual. Bahkan data medical record electronic (MRE) yang merekam catatan medis dari dokter terhadap masing-masing pasien juga belum tersedia. Transaksi keuangan yang sangat vital pun masih manual sehingga sering terjadi adanya jurnal pendapatan dan jurnal biaya dalam neraca keuangan RSPJ yang belum terekam. Pengolahan data keuangan masih terpisah dengan aplikasi front end-nya. Keluhan pemimpin RSPJ waktu itu ialah walaupun sudah punya staf keuangan bertitel sarjana ekonomi, pekerjaannya hanya memasukkan data. Padahal sebenarnya data sudah dimasukkan lebih dulu di bagian logistik. Selain banyak hal mubazir, staf bagian keuangan juga sering bekerja lembur karena harus memasukkan data ulang dari departemen lain. Jadi akar masalahnya ialah sistem belum terintegrasi antarbagian.
Untuk kebutuhan seperti itu, manajemen berpikir bahwa biaya untuk merombaknya pasti sangat mahal, khususnya bila memakai produk aplikasi ternama yang berlisensi dari vendor besar dan makin besar lagi ketika menyangkut aplikasi yang besar. Kemudian, manajemen RSPJ berpikir untuk bagaimana menemukan software yang lebih murah tapi dari sisi keandalan tidak kalah. Maka muncullah ide memakai Linux atau open source technology.
Kini seluruh pengguna komputer di RSPJ sudah terintegrasi dalam sistem berbasis Linux. Tak kurang dari 150 PC (user/client) semuanya menggunakan Linux, tak terkecuali Bagian Administrasi RS. Prosesnya memakan waktu lima tahun (2000-2005) untuk menguras semua perangkat berlisensi yang memakan banyak biaya, tahap dalam mengganti sistem operasi dan integrasi aplikasi manajemennya. Semua bagian sudah terkoneksi melalui modul-modul aplikasi berbasis open source yang terintegrasi. Secara garis besar, ada lima modul aplikasi besar yang dibuat, dikembangkan dan dijalankan RSPJ. Yakni: modul aplikasi billing system, modul inventori (sebelum ke Linux aplikasi ini sudah ada tapi sekarang disempurnakan dan diganti yang berbasis open source), modul aplikasi MRE, HRD, dan modul keuangan. Manajemen RSPJ menamai seluruh sistem aplikasi lengkapnya itu Enterprise Med Solution (EMS). Untuk per modulnya RSPJ sengaja tidak diberi nama.
Metode Pengembangan Software di RSPJ
E. Wainright Martin et al (2005) mendefinisikan tiga pendekatan dalam mengembangkan aplikasi, yaitu metodologi siklus hidup pengembangan system (Systems Development Life Cycle methodology – SDLC), metodologi prototype (Prototyping Methodology), dan Rapid Application Development (RAD). SDLC merupakan pendekatan yang sangat terstruktur, terdiri dari :
Fase definisi yang mendefinisikan requirements yang tentu saja untuk memperoleh pemahaman requirements tersebut dilakukan uji kelayakan (feasibility analysis) sebelumnya. Aspek yang diuji kelayakannya ialah economic, operational, dan technical. Dari hasil analisis dihasilkan requirements yang berhubungan dengan logical design dan dituangkan ke dalam system requirements document.
Fase konstruksi yang meliputi system design, system building, dan system testing.
Fase implementasi yang meliputi installation, operations, dan maintenance.
Pendekatan prototype merupakan evolutionary development process yaitu melakukan perubahan sesuai dengan tuntutan demi tuntutan user selama proses uji coba suatu software. RDC menggabungkan kedua pendekatan tersebut dimana keterlibatan user dalam tiap tahap SDLC sangat tinggi. Pendekatan RDC ini diadopsi oleh RSPJ yang ketika itu tergolong rumah sakit kecil, namun memiliki rata-rata kunjungan 500-600 pasien per hari. Dengan RDC, RSPJ dapat menghemat banyak baik dari segi waktu maupun biaya, dibanding menggunakan SDLC. Selain itu RSPJ memang hanya memfokuskan pada system requirements yang diinginkan manajemen kemudian menyesuaikan dengan keinginan para pemakainya.
Penentuan arah bagi Sumber daya Informasi (Setting A Direction for Information Resources)
Pengembangan software pada RSPJ berawal dari billing system yang sudah ada sebelumnya. Billing system yang dibangun ketika itu memang sudah online, tapi sistem tersebut hanya menangani keperluan bagian keuangan, sedangkan aktivitas rumah sakit tidak hanya keuangan. Software yang diinginkan manajemen ialah software yang mampu melakukan monitoring terhadap semua kegiatan layanan kesehatan di RSPJ kemudian juga antara satu bagian dengan bagian lain bisa saling terkait.
Pada tahap awal pengembangan itu, Juni 1999, baik Dirut RSPJ maupun Manager IS RSPJ dan timnya masih belum tahu kemungkinan-kemungkinan keperluan yang harus disediakan dan dibangun di atas sistem operasi apa. Langkah awal yang dilakukan manajemen RSPJ ialah menetapkan arahan untuk sumber daya informasi. Langkah ini diperlukan untuk mengumpulkan informasi yang tersebar di tiap-tiap poli milik RSPJ, mengkomunikasikan arah RSPJ di masa depan dan bagaimana bentuk penggunaan software dalam rumah sakit, dan memberikan suatu panduan konsistensi rasional bagi individu dalam mengambil keputusan pada kemudian hari. Untuk itu, dimulailah pengumpulan data dari user dari masing-masing poli milik RSPJ yang berjumlah 5 buah. Proses ini memakan waktu kurang lebih dua tahun dan ditetapkan bahwa software akan dibangun di atas sistem operasi Linux. Karena belum ada contoh sebelumnya di Indonesia dalam membangun sistem di atas sistem operasi Linux, maka kemudian manajemen RSPJ menginstruksikan tim TI-nya untuk mempelajari terlebih dahulu kemungkinan dan kelayakan migrasi dari sistem yang sebelumnya berbasis Windows ke open source.

Change Management
Change management ialah kemampuan untuk secara sukses memperkenalkan perubahan ke unit-unit organisasi dan personilnya. Kemampuan ini merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam implementasi suatu software baru pada suatu organisasi. Pada kasus RSPJ, perombakan paradigma secara total, menimbulkan resistensi dari para dokter, terutama dari para dokter sepuh. Hal tersebut wajar terjadi mengingat untuk resep, misalnya, semula dokter cukup menulis dengan tangan, kini mereka harus menulisnya di komputer. Bagi dokter muda yang sudah terbiasa bersentuhan dengan komputer tidak masalah, tapi bagi dokter sepuh hal ini menjadi suatu kendala bagi mereka. Untuk mengatasi hal itu, divisi TI menggelar pelatihan kepada para user. Pelatihan dibagi menjadi dua: pengenalan komputer dan pengenalan aplikasi. Pelatihan jenis pertama, user dikenalkan dengan hal-hal dasar pada komputer seperti monitor, keyboard dan mouse. Setelah dokter mengerti hal-hal dasar, mereka dibiasakan mengenali letak huruf-huruf yang ada di keyboard. Setelah semua itu dikenali dengan baik, baru menginjak pada jenis pelatihan kedua, yaitu pengenalan aplikasi. Pada tahap ini mereka diajarkan bagaimana memasukkan data dan dikenalkan dengan aplikasi yang akan diterapkan di bagian masing-masing. Pelatihan dalam tiga gelombang dan berjalan selama sebulan itu sukses terlaksana.
Komitmen pucuk pimpinan juga sangat menentukan dalam keberhasilan change management. Divisi TI terbantu oleh komitmen pucuk pimpinan ketika itu. Para user mau tidak mau harus mengikuti pelatihan tersebut mengingat penggantian software merupakan kebijakan rumah sakit. Bila mereka tidak dapat menggunakannya, pasti posisinya akan diganti oleh orang lain yang mampu. Kemudian untuk para dokter sepuh itu yang tidak memasukkan data atau mengikuti sistem yang ada, jasa mereka di RSPJ tidak akan bayar. Bentuk resistensi juga terjadi dalam bentuk respons time yang lama, bahkan lebih lama dibandingkan dengan sistem pelayanan ketika masih manual. Namun, change management yang bertumpu pada komitmen pucuk pimpinan dalam menggunakan software yang telah dikembangkannya, mampu mengatasi resistensi tersebut.
Selain itu, hambatan dalam proses migrasi ke Linux juga menjadi makin kecil ketika para user melihat tampilan pada aplikasi open source yang mirip dengan aplikasi sebelumnya. Dengan Linux juga dimungkinkan membuka file berformat MS doc atau Excel.

Tantangan Yang Dihadapi Kepemimpinan Sistem Informasi (The Challenges Facing IS Leadership)
Industri kesehatan pada umumnya dan rumah sakit pada khususnya sangat konservatif untuk mencoba sesuatu yang baru. Lembaga kesehatan biasanya enggan terhadap risiko reliabilitas dan keamanan yang mereka rasakan dalam jaringan komputer mereka. Selain itu, instalasi opensource lebih sulit (perlu tambahan usaha) dibanding aplikasi berlisensi. Banyak yang menyangsikan kualitas layanan yang akan diberikan ketika sebuah rumah sakit mulai berpikir migrasi ke open source. Demikian pula pada kasus implementasi opensource di RSPJ. Tak heran ketika RSPJ yang punya customer base (pasien) total 50 ribu orang itu mencoba migrasi ke Linux, banyak pihak yang menyangsikan prospeknya.
Ketika hendak menginstal aplikasi Linux ke server RSPJ kala itu, tim TI mengalami kesulitan dalam mencari orang yang kompeten menginstal atau melakukan setting Linux di server IBM mereka. Meskipun sulit, tim TI RSPJ tak putus asa dan kehilangan akal, mereka mencoba berusaha mencari orang-orang yang kompeten melalui chatting atau milis yang membahas open source di Internet, juga ke situs-situs asal Singapura yang sering menampilkan diskusi seputar Linux. Dengan usaha keras, akhirnya tim berhasil melakukan instalasi tersebut. Berangkat dari pengalaman ini, tim makin percaya diri dalam melakukan migrasi ke open source.
Hambatan lainnya ialah pada saat akan melakukan optimalisasi database. Ketika itu tak banyak support dan literatur yang bisa membantu dan menjadi acuan. Untuk itu, tim mencari tahu dari komunitas Linux. Dalam dunia open source, memang harus kreatif dan punya inisiatif sendiri untuk mencari solusi karena sumber di luar masih terbatas. Modalnya banyak bertanya dan aktif masuk di komunitas Linux. Kemudian, proses migrasi Linux di RSPJ yang memakan waktu paling lama ialah proses kustomisasi. Contohnya ketika mau membuat aplikasi MRE yang merupakan catatan kesehatan masing-masing pasien. Awalnya bentuk template hanya memindahkan dari file manual yang sudah dimiliki menjadi format elektronik. Ternyata di tengah jalan banyak masukan karena para dokter minta kustomisasi sesuai dengan kebutuhan mereka. Namun kini, prosesnya bisa dikatakan telah selesai dan tinggal upgrading kecil bila diperlukan.
Dari sini, bisa kita lihat peran kepemimpinan IS pada manajemen RSPJ. Meskipun masih banyak anggapan bahwa perusahaan yang mencari aplikasi open source hanyalah perusahaan miskin yang mencoba mencari jalan keluar dari keterbatasan anggaran belanja TI-nya serta banyak pihak yang menyangsikan prospeknya, manajemen RSPJ tetap menjalankan migrasinya. Manajemen puncak yang didukung tim TI RSPJ berkeyakinan bahwa open source bisa berkinerja bagus, dan yang penting biayanya lebih efisien.

Proses Bisnis di RSPJ Sekarang
Proses pengadaan barang di RSPJ kini langsung bisa di-link bagian keuangan. Selain itu, dokter bila menulis resep akan langsung diketahui harganya oleh bagian apotek RSPJ sehingga membantu pasien untuk mengurangi waktu tunggu di apotek. Prosesnya ialah begitu dokter menulis resep di komputer, maka petugas apotek bisa langsung mencetak. Kemudian apotek bisa langsung memberi pelayanan obat dan ketika pasien datang ke apotek RSPJ dapat langsung mengambil obat yang baru saja dibuat, tak usah menunggu. Ritme kerja apotek lebih ringan.
Proses pengumpulan data medis di RSPJ secara elektonis juga terekam baik, sehingga memudahkan analisis baik dari sisi dokter maupun manajemen RSPJ. Kemudahan dari sistem baru tersebut memungkinkan mencari informasi medis pasien, misalnya berapa jumlah pasien yang menderita penyakit atau punya keluhan tertentu, atau berapa pasien RSPJ yang asalnya dari kecamatan tertentu.
Pemberian resep obat yang terkait asuransi kini juga lebih mudah ditangani. Dokter dapat menentukan dengan cepat obat yang bisa diklaim asuransinya oleh pasien. Kini, semua dokter mudah mengetahui data-data itu sejak awal dari informasi di sistem EMS milik RSPJ. Semua sistem kerja sama dengan semua asuransi didata dalam sistem dan dikoneksikan ke semua dokter, sehingga ketika akan memberikan resep ke pasien yang di-cover asuransinya, para dokter tak perlu bingung lagi. Dengan cara ini juga meminimalkan kerugian baik yang dialami pasien maupun RSPJ. Kalau prosesnya manual hal-hal ini mungkin saja dilakukan tapi prosesnya lebih sulit.
Di RSPJ sendiri, bahasa pemograman yang dipakai untuk membangun aplikasi front end adalah WX Phyton. Sebelum go open source, aplikasi di lini ini (front end) dibangun memakai Visual Basic. Adapun data database-nya berganti dari MS SQL 6 menjadi PostgresSQL seri 3. Untuk sistem operasional servernya menggunakan Linux SuSe. Sedangkan pada sisi klien lebih beragam, seperti Mandrake, Fedora, dan lain-lain.
Kini banyak rumah sakit yang melakukan go open source. Kecenderungan ini dipicu oleh beberapa faktor. Yang pertama ialah forward-thinking, yang merupakan setting langkah suatu rumah sakit progresif. Pemicu lainnya ialah ketersediaan administrator jaringan yang makin banyak yang menawarkan aplikasi dan jasa business solution.
Keputusan migrasi dari proprietary ke open source technology biasanya berawal dari biaya. Kebutuhan akan kinerja dan fleksibilitas yang lebih baik sebagai pertimbangan selanjutnya. Migrasi ke Linux membantu RSPJ mengurangi pengeluaran peralatan secara signifikan. Apa yang kini dimiliki RSPJ sangat lebih baik dibanding sebelumnya.
Meskipun demikian, melakukan migrasi ke open source di pasar yang vertikal, seperti pusat kesehatan, memiliki beberapa masalah, yang nantinya juga akan hilang yaitu dengan ketersediaan software yang makin hari makin melimpah dibanding sebelumnya. RSPJ kini harus menyandarkan pada komunitas open source di internet untuk mengatasi masalah mereka.
Menggunakan aplikasi open source pada lingkungan rumah sakit sangat bermanfaat. Mengapa harus mengeluarkan banyak uang untuk memiliki produk yang terbatas penggunaannya?
Sumber :
http://www.ebizzasia.com/0102-2002/enterprise,0102,02.htm
http://www.swa.co.id/swamajalah/swadigital/details.php?cid=1&id=3210&pageNum=15
http://rspertaminajaya.multiply.com/
Martin, E. Wainright, Carol V. Brown, Daniel W. DeHayes, Jeffrey A. Hoffer, William C. Perkins, (2005). Managing Information Technology. 5th Edition, Prentice Hall.

Tidak ada komentar: